Megathrust sesuatu yang menghantui orang-orang terutama masyarakat yang ada di pesisir pantai, termasuk Pantai Mlarangan Asri. Pembahasan tentang gempa bumi megathrust kembali muncul, sebelumnya beredar video viral tentang gempa serta retakan tanah akibat gempa di Vietnam,Jepang,Myanmar,Thailand. dan beberapa negara di Asia Tenggara ditahun 2025. Mengingat letak geografis Indonesia yang diapit oleh tiga lempeng besar dunia yang aktif, maka tidak mengherankan jika gempa bumi merupakan salah satu fenomena geologis yang termasuk sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Menurut pandangan pakar gempa sekaligus dosen Teknik Geologi UGM, Ir. Gayatri Indah Marliyani, S.T., M.Sc., Ph.D., ancaman gempa megathrust dan tsunami memang selalu ada namun masyarakat tidak perlu khawatir secara berlebihan.“Kita tidak bisa menghindari potensi bencana sehingga usaha untuk menyiapkan diri perlu dilakukan dengan segera. Paham posisi masing-masing terhadap kemungkinan bencana. Jangan menunggu bencana terjadi baru reaktif, tetapi siapkan diri selalu,” kata Gayatri dalam Diskusi Pojok Bulaksumur di selasar tengah Gedung Pusat UGM, Kamis (22/8).
Sebenarnya, apa itu gempa megathrust, apakah termasuk mitos dan bagaimana dampak serta bagaimana antisipasinya?
Apa itu gempa Megathrust?
Gambar 1. Zona subduksi dipulau jawa
Dilansir dari laman Kemendikbud, gempa megathrust adalah jenis gempa bumi berskala besar yang terjadi akibat adanya pergerakan lempeng di zona subduksi. Megathrust sendiri dipicu oleh adanya tumbukan lempeng tektonik yang terdorong ke bawah lempeng tektonik lainnya, sehingga menyebabkan gempa bumi dengan magnitudo yang tinggi.
Gempa megathrust merupakan gempa bumi terjadi akibat pelepasan energi dari sesar megathrust pada kedalaman dangkal, umumnya kurang dari 15 km, tepatnya di zona akresi utama dalam wilayah subduksi. Gempa ini terjadi di antarmuka lempeng atau plate interface (lihat gambar 1.), yaitu perbatasan antara kerak samudera dan kerak benua yang dikenal sebagai zona geser (shear zone).
Di wilayah selatan Jawa, sejarah kegempaan mencatat pernah terjadi gempa megathrust dengan magnitudo di bawah 8 M, seperti gempa pada 2 Juni 1994 (7,8 M) dan 17 Juli 2006 (7,7 M). Kedua kejadian tersebut menyebabkan tsunami dengan ketinggian gelombang mencapai 8 hingga 15 meter dan menelan korban jiwa sebanyak 250 hingga 800 orang.
Ancaman nyata dan dampak Megatrhust
Dampak dari megathrust, yang merupakan jenis gempa bumi yang terjadi di zona subduksi di mana satu lempeng tektonik menyelusup di bawah lempeng lainnya, bisa sangat menghancurkan dan beragam. Berikut adalah beberapa dampak utama yang mungkin terjadi jika megathrust terjadi:
Apa Tanda-tanda gempa Megathrust?
Lalu bagaimana dengan tanda-tandanya akan terjadi megathrust?. Berikut tanda-tanda gempa megathrust;
Sebelum terjadinya gempa besar, terkadang muncul aktivitas seismik kecil atau gempa pendahuluan yang dikenal sebagai foreshocks. Namun, tidak semua gempa besar didahului oleh foreshocks, dan tidak semua foreshocks diikuti oleh gempa besar sehingga ini bukan tanda yang pasti.
Perubahan pada permukaan tanah, seperti pergeseran atau pergerakan tanah yang tidak biasa, dapat menjadi tanda bahwa ada tekanan besar yang sedang terbentuk di bawah permukaan bumi. Deformasi ini dapat diukur dengan alat-alat geodesi seperti GPS atau InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar).
Sebelum gempa bumi, perubahan tekanan di dalam bumi dapat menyebabkan perubahan pada level air tanah. Penurunan atau peningkatan mendadak dalam level air sumur atau mata air dapat menjadi indikasi aktivitas tektonik yang sedang berlangsung.
Aktivitas tektonik dapat memengaruhi medan magnetik bumi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada anomali medan magnetik yang terdeteksi sebelum gempa bumi besar, termasuk gempa megathrust.
Satu di antara tanda paling signifikan dari potensi gempa megathrust adalah akumulasi tekanan tektonik di zona subduksi. Pemantauan terus-menerus terhadap pergerakan lempeng dan tekanan yang terakumulasi di zona ini dapat memberikan indikasi bahwa gempa besar mungkin akan terjadi.
Riwayat gempa di suatu daerah juga dapat memberikan petunjuk tentang kemungkinan gempa megathrust di masa depan. Jika suatu wilayah memiliki sejarah gempa subduksi besar, ada kemungkinan bahwa tekanan sedang terakumulasi kembali untuk gempa megathrust berikutnya.
Ketika gempa kecil dan sedang sering terjadi di suatu wilayah, ini mungkin menunjukkan bahwa energi seismik sedang terakumulasi dan mungkin dilepaskan dalam bentuk gempa besar seperti megathrust.
Gempa megathrust sering terjadi di bawah laut, ada beberapa tanda yang dapat diamati di lautan, seperti perubahan kecepatan arus laut, peningkatan suhu air laut, atau perubahan dalam perilaku hewan laut.
Lalu Apa Upaya Mitigasinya?
Langkah mitigasi meliputi edukasi kebencanaan melalui sosialisasi dan simulasi evakuasi secara rutin di sekolah, desa, dan kawasan wisata pesisir. Pemerintah daerah perlu memastikan adanya jalur evakuasi yang jelas, rambu penunjuk arah ke tempat aman, serta titik kumpul yang mudah diakses. Selain itu, pembangunan infrastruktur tahan gempa dan penyediaan sistem peringatan dini yang efektif menjadi bagian penting dari upaya pengurangan risiko. Di tingkat keluarga, penting untuk menyiapkan tas siaga bencana, merencanakan rute evakuasi, dan memahami tanda-tanda alam yang bisa menjadi peringatan dini. Mitigasi tidak menghentikan bencana, tetapi mampu mengurangi dampak buruknya secara signifikan.
Menurut Seyhan dan Akkar (2014), penggunaan teknologi bangunan tahan gempa telah terbukti efektif dalam mengurangi kerusakan bangunan dan menyelamatkan nyawa di berbagai negara yang rawan gempa, termasuk Jepang dan Chili. Selain itu, pengembangan peta zonasi risiko yang menunjukkan lokasi-lokasi berpotensi tinggi untuk terjadinya megathrust juga sangat penting (McCaffrey, 2009). Peta ini membantu dalam perencanaan tata ruang dan pengelolaan wilayah, sehingga pembangunan dapat dilakukan dengan lebih berhati-hati di area berisiko tinggi.
Jadi apakah hanya isu?
Megathrust bukan sekedar isu Megathrust adalah ancaman nyata yang bisa terjadi kapan saja, terutama di wilayah Indonesia yang memiliki banyak zona subduksi aktif. Menyebarkan informasi yang benar, mengenali tanda-tanda alam, serta menyiapkan jalur dan perlengkapan evakuasi adalah langkah nyata untuk menyelamatkan diri dan keluarga.
Indonesia harus terus meningkatkan infrastruktur tahan gempa, memperkuat sistem peringatan dini, serta memastikan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana melalui pendidikan mitigasi bencana yang komprehensif. Pengalaman dari negara seperti Jepang dapat menjadi inspirasi dalam membangun sistem mitigasi yang lebih tangguh. Teknologi, seperti aplikasi InarRISK dari BNPB, juga berperan penting dalam memantau aktivitas megathrust dan memberikan informasi yang diperlukan bagi masyarakat untuk bertindak cepat.
Penulis :
KKN PPM UGM 2025